40 Cerita Kiriman Dajjal

Oleh: Mashdar Zainal

Penjual Daging
Aku, sebagai pelanggan setiamu merasa sedikit kecewa. Sudah sebulan ini kau tidak lagi berjualan daging seperti biasanya. Padahal daging yang kau jajakan terkenal murah dan segar. Maka iseng-iseng aku main ke rumahmu. Kata istrimu, sudah genap tiga minggu kau meringkuk di sel tahanan, karena kasus pembunuhan. Kata istrimu juga, kau sudah membunuh beberapa pelanggan setiamu.
“Dia memutilasi korbannya, dan menjual dagingnya.” Lirih istrimu. Mendengar kata mutilasi, aku jadi ingat bahwa sampai sekarang kepala dan paha kiriku belum ditemukan.

Boneka
Karena cemburu, ia membakar boneka hadiah ulang tahun dari kekasihnya. Esoknya ia mendapat kabar kekasihnya tewas terbakar.

Orang Miskin yang Menjual Apa Saja
Untuk sesuap nasi, ia telah menjual apa saja. Mulai dari rumahnya, anaknya, lalu istrinya, bahkan dirinya sendiri. Setelah semuanya ludes terjual, ia mulai mencari-cari sesuatu yang masih ia miliki, yang bisa ia jual.
“Apa, ya?” ia menggaruk kepala.
“Oh ya, aku masih punya Tuhan.” ungkapnya girang.

Hari Ulang Tahun
Pada hari ulang tahunnya yang ke seribu lima ratus, ia meminta hadiah kafan dan peti mati yang baru.

Bayi Pemberani
Seorang bayi yang berumur belum genap satu hari, merangkak mendatangi pos polisi, ia melaporkan ibunya yang telah membunganya ke tempat sampah.


Guru Pelajaran Biologi
Setelah selesai menjelaskan panjang lebar tentang teori alat reproduksi pada manusia. Pak guru mengajak murid-muridnya untuk praktek bersama.

Dukun Beranak
Dukun beranak itu beranak dukun.

Kapur barus
Ia teringat wangi terakhir yang ia endus dari mayat ayahnya, wangi kapur barus. Diam-diam ia menggeledah lemari baju. “Aku rindu pada ayah,” gumamnya, sebelum menelan tiga butir kapur barus.

Gelar
Ia sempat memprotes ketika gelarnya tidak ditulis dengan lengkap di atas batu nisannya.

Yaasiin
“Ayo, ajari aku membaca Yaasiin, supaya aku bisa berkirim do’a,” desakmu.
“Iya, sabarlah sedikit, paling tidak tunggu sampai jenazahmu dimakamkan.” jawabku.

Al-Fatiihah
Kami semua tahu, kalau kau sudah sangat fasih mengaji. Bahkan ketika seorang pelayat salah melafalkan surah Al-Fathihah, kau buru-buru menegurnya. Padahal kau baru dimandikan, belum dikafani.

Setrika
Ketika ibu menyetrika baju, nenek selalu duduk termangu di sebelahnya. Memperhatikan setrika yang mondar-mandir di tangan ibu. Setelah ibu selesai, nenek menjawil ibu sambil menunjuk-nunjuk setrikaan dan mukanya sendiri yang kisut penuh keriput.



Cermin Sang Koruptor
Ia menyisir rambutnya di depan cermin.Tiba-tiba, ia melihat seeokor tikus buduk di hadapannya. Ia mengambil pentungan dan menghajar tikus itu sampai klenger. Pentungan itu ia lempar begitu saja ketika tikus di hadapannya sudah tidak berdaya. Ia kembali bercermin. Ia terbelalak melihat wajahnya sendiri babak belur seperti habis dihujani pukulan.

Buku Cerita
Sejak ia lahir ia sudah mulai membaca buku cerita itu. Buku cerita tebal yang baru ia selesaikan beberapa detik sebelum Izrail menggamit jemarinya.

Ending Cerita
Sebenarnya ia sudah lama menjadi cerpenis. Haya saja ia tak pernah bisa membuat ending dari cerita-cerita yang ia tulis. Ia menulis kisah ibunya yang suka pergi ke diskotik. Ia juga menulis kisah bapaknya yang kawin dengan anjing betina. Tak ketinggalan pula, ia menulis kisah kekasihnya yang berulang kali berselingkuh.
“Aku harus membuat ending dari cerita-ceritaku,” gumamnya, sambil menimang-nimang sebilah parang.

Pemahat Patung Lilin
Patung lilin pahatannya sudah sangat masyhur di kalangan pejabat. Ia sangat piawai meniru bentuk wajah dan lekuk tubuh. Suatu saat, seorang menteri mengunjunginya untuk memesan sebuah patung sekaligus memberi penghargaan.
“Aku ingin kau memahatkan patung istriku, kau bisa?” Tanya pak menteri.
“Ya.”Ia mengangguk mantap.
Setelah patung itu jadi, pak menteri memajangnya di ruang tamu. Herannya, semenjak itu istri pak menteri dikabarkan hilang, dan tak pernah ditemukan.

Karyawan Bom Bunuh Diri
Bom yang melilit tubuhnya sudah ia rangkai sedemikian rapi. Beberapa detik sebelum bom itu meledak, mendadak ia ingat bahwa sisa gajinya belum dibayarkan.

Anak Pembatu
Anak itu terus berdiri di depan cermin. Ia menekuni wajahnya sendiri. Setelah yakin dengan sesuatu, ia berlari kepada ibunya dan bertanya, “Bu, mengapa wajahku lebih mirip wajah Tuan, daripada wajah ayah?”

Penjual Lontong
Orang-orang yang menjadi pelangganya selalu bertanya-tanya, mengapa lontong buatannya sangat sempurna. Sempurna seperti seonggok pocong.

Tuyul 1
Lepas tengah malam, calon korban belum juga terlelap. Sang tuyul terus menunggu, sampai rambutnya gondrong.

Tuyul 2
Sebelum memasuki pusat berbelanjaan tuyul itu mengenakan wig supaya orang-orang tidak curiga padanya.

Pelajaran Menggambar
“Ayo anak-anak. Gambarlah sesuatu yang paling indah yang pernah kau lihat.” Jelas Bu Guru.
Anak-anak pun mulai menggambar. Ada yang menggambar pemandangan, bunga, kupu-kupu, pantai, ada juga yang menggambar segelundung kepala yang berlumuran darah.

Selingkuh
Setelah jasadnya dikuburkan, malamnya ia memergoki suaminya berselingkuh dengan mayatnya.

Tukang Tambal Ban Tengah Malam
Seorang perempuan menghentikan sepeda motornya di depan kios tambal ban. “Pak, tolong tambalkan ini, ya? Lubangnya besar sekali.” pintanya, seraya berbalik menunjukkan punggungnya yang merah menganga.

Kembar siam
Sang ibu tak tahan melihat anak kembarnya terus berdebat. Yang satu ingin ke kamar mandi, dan satu ingin menonton tivi.
“Sini, Nak! Biar ibu yang putuskan.” Sang ibu datang dengan sebilah parang.

Unta yang Lepas
Setiap hari Jum’at, ia selalu datang paling awal. Duduk di shof paling depan. Ia tersenyum lebar, seekor unta akan ia dapatkan. Begitu sholat Jum’at selesai, ia mengutuki dirinya sendiri, menyesalkan untanya yang selalu lepas ketika ia teridur mendengarkan khotbah.

Bermain Ayunan
Karena stres tak mendapatkan pekerjaan, setahun yang lalu kau nekat gantung diri di ruang tengah. Bahkan sampai sekarang balitamu masih suka melihatmu berayun-ayun di situ, mengajaknya bercanda. Balitamu selalu tertawa cekikikan ketika melihat matamu melotot dan lidahmu menjulur.

Lelaki Pelupa
Minggu yang lalu, kau meminjam mobilku untuk mengunjungi saudaramu di luar kota. Aku kaget ketika melihatmu pulang naik bus.
“Mobilnya?” tanyaku.
Sambil menepuk kepala kau bilang, “Masya Allah! Aku lupa!”
Beberapa hari berikutnya, kau dan istrimu berkunjung ke rumahku. Waktu kau pulang, kau meninggalkan istrimu di rumahku. Kukira kau lupa lagi. Dan barangkali kau juga lupa bahwa aku masih lajang dan tinggal seorang diri.

Suap
Sebelum memasuki liang lahad, istrinya membawakannya bekal berupa segepok kertas cek .
“Ini buat apa?” ia bertannya.
“Yah, seperti biasa, seperti para jaksa dan pejabat negara, nanti kalau ada dua malaikat menanyaimu yang macam-macam, suruh saja dia menyebutkankan berapa nominalnya!”

Bahan Pengawet
Ia membaringkanmu di kamar yang sepi. Ia mendandanimu layaknya seorang putri. Disaputnya bibirmu dengan gincu menyala. Dihiasinya kedua matamu dengan eye shadow termahal. Ia tak perlu memberimu bedak pemutih. Karena wajahmu sudah sempurna putih. Ya kau tak butuh suatu apapun, kecuali pengawet mayat.

Ancaman Bunuh Diri
Ketika kekasihmu tak mau menuruti kemauanmu, kau mengancam, “Kalau kau tak mau lakukan itu, lebih baik aku mati.” Lalu kekasihmu menuruti kemauanmu.
Ketika kekasihmu jalan berduaan dengan teman akrabnya, kau pun mengancam, “Kalau kau selingkuh, aku akan bunuh diri.” Lalu kekasihmu menjadi seorang penyendiri.
Terakhir, ketika kekasihmu berniat memutuskanmu, kau pun berkata, “Daripada kita putus, lebih baik aku mati saja.”
“Aku akan membantumu!” kata kekasihmu sambil mengecupkan moncong pistol ke lambungmu.

Rahim Ibu
Setelah beranjak dewasa anak lelaki itu meminta izin pada ibunya untuk masuk kembali ke rahimnya seperti kala ia bayi.

Binatang Khas Negara-negara
“Anak-anak, siapa tahu apa binatang khas dari Australia?” Bu guru menyebutkan soal.
“Saya, Bu.” Seorang bocah mengangkat tangan.
“Ya?”
“Kanguru!”
“Ya, bagus. Kalau china?”
“Panda!”
“Oke. Arab?”
“Unta dong!”
“Nah, kalau Indonesia?”
“Tak salah lagi. Pasti tikus berdasi!”

Audisi Film Horor
Setelah keluargamu memandikan dan mengkafanimu. Kau meminta izin pada ibumu untuk mengikuti audisi bintang film pocong.

Kamar Ayah
Semenjak ibu meninggal setengah tahun lalu. Ayah melarangku masuk ke dalam kamarnya. Karena rasa penasaran, pada suatu malam ketika ayah tidak ada di rumah, diam-diam aku mengintip kamar ayah dari atap. Di ranjang ayah aku melihat ibu terbaring tanpa pakaian.

Mesin Cuci Bayi
Karena tak bisa memandikan bayinya, ia meminta mesin cuci untuk melakukannya.

Bapak Kakek
Ketika ditanya perihal silsilah keluarga, ia menyebutkan, bahwa bapak dan kakeknya ialah satu orang yang sama.

Burung gagak
Kau terheran-heran, sudah beberapa hari ini burung gagak itu bertengger di atap rumahmu. Berkoak seperti menunggu mangsa.
“Kata orang-orang tua, kalau ada burung gagak di atas atap rumah berarti salah satu dari keluarga itu ada yang akan …”
“Walah… kamu ini ngomong apa. Burung gagak itu yang akan mati.” Lantas kau keluar menenteng senapan angin. Kau bidik kepala burung gagak itu. Dan… Dooorr!!! Peluru nyasar bersarang dalam kepalamu.



Contekan Nama Tuhan
Karena dia seorang pelupa, ketika memasuki liang lahad anaknya menyelipkan sebuah kertas contekan yang berisi nama Tuhan. Tentu saja anaknya lupa, bahwa dia tak bisa membaca.

Sebutir Gundu
Ketika gundu itu disentilnya. Tanah berguncang dan rekah. Pepohonan tumbang tercabut dari akarnya. Air laut meruah melabrak apa saja. Gunung-gunung beterbangan dan penyok saling tabrak.
Lalu, seperti seorang pelayan restoran, dengan menu di dua tangannya ia bertanya, “kau pilih manis atau pahit?”
Dan kebanyakan manusia memilih yang manis. (*)

* Malang, April 2010

Mashdar Zainal, lahir di Madiun 5 Juni 1984. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Saat ini bergiat di Komunitas sastra Lembah Ibarat.